Minggu, 07 September 2008

KIAT MENJAGA STAMINA SELAMA BULAN PUASA

Puasa merupakan salah satu cara menuju sehat. Ini bukan rumor tapi fakta dan sudah dibuktikan secara ilmiah. Puasa dapat membuat orang yang sehat menjadi lebih sehat dan orang yang sakit menjadi sehat. Misalnya, puasa terbukti memiliki efek positif bagi penderita penyakit jantung koroner dan diabetes. Untuk mendapatkan manfaat puasa secara optimal, tentu kita tetap perlu menganut pola hidup sehat. Konsumsi makanan harus memenuhi kualitas gizi yang baik, olah raga tetap diperlukan dengan mengaturnya secara bijak dan kebiasaan buruk seperti merokok hendaknya ditinggalkan.

Kenyataannya, tidak mudah memenuhi pola hidup sehat ini. Tidak jarang orang sahur dengan menu ala kadarnya karena tidak nafsu makan di pagi buta, bahkan bagi perokok lebih mementingkan 1-2 batang rokok sebelum imsak ketimbang memikirkan kebutuhan gizi yang diperlukan dalam menunjang aktivitasnya di siang hari. Akibatnya bisa ditebak. Habis subuh aktivitas perpanjangan tidur terus berlangsung, berangkat kerja terlambat, menjelang siang sudah loyo. Ini semua berakibat produktivitas kerja mereka selama bulan puasa menurun tajam. Ujung-ujungnya bulan puasa dijadikan sebagai kambing hitam penurunan kinerja yang harus dimaklumi.

Logikanya, selama bulan puasa kinerja seharusnya bertambah baik. Ini karena kita tidak memikirkan lagi soal makanan dan minuman sehingga pikiran hanya fokus pada pekerjaan. Asalkan, kita memiliki stamina yang baik sepanjang hari. Di kantor pun kita punya waktu ekstra untuk bekerja karena tidak perlu makan siang dan pergi ke kantin untuk ngopi. Waktu ngerumpi pun berkurang. Kenyataannya? Walaupun belum ada data statistiknya secara resmi, banyak kalangan memprediksi produktivitas kerja pegawai atau karyawan selama bulan puasa menurun drastis hingga 40%, bahkan mungkin lebih untuk pegawai negeri sipil (PNS). Apa penyebabnya?.

Kuncinya penuhi gizi

Tentu untuk tetap fit sepanjang hari selama berpuasa sekitar 14 jam kita memerlukan asupan gizi yang baik. Kunci utamanya adalah dengan mengatur sebaik-baiknya konsumsi makanan waktu sahur dan buka puasa. Menu empat sehat lima sempurna perlu disajikan setiap sahur dan buka puasa secara proporsional. Artinya makan tidak boleh terlalu banyak, hanya sesuai dengan kebutuhan tubuh. Untuk menu utama sahur, para ahli gizi menyarankan untuk mengurangi asupan karbohidrat, memperbanyak asupan protein dan lemak serta serat pangan yang dapat diperoleh dari konsumsi sayuran dan buah. Menu banyak karbohidrat hanya akan mensuplai energi sekitar 3-4 jam saja, sedangkan protein dan lemak bisa lebih lama sehingga pengosongan lambung agak lambat sehingga tidak mudah lapar.

Untuk buka puasa, sebaiknya mengkonsumsi makanan dan minuman manis terlebih dahulu (seperti kurma dan sirup), setelah sholat maghrib baru menu utama. Hindari mengawali buka puasa dengan camilan yang akan merusak nafsu makan menu utama. Hindari juga memulai buka puasa dengan sebatang rokok karena akan memicu kadar asam lambung. Hindari pula berbuka puasa berlebihan seolah-olah ”balas dendam” karena seharian perut kosong. Dengan pola seperti itu tubuh akan tetap fit dan lebih sehat, profil kolesterol dan gula darah lebih baik, dan masalah pencernaan seperti asam lambung dan sembelit akan sirna.

Perbanyak makanan berserat tinggi

Para ahli gizi banyak yang merekomendasikan konsumsi makanan berserat tinggi untuk mempertahankan stamina tubuh selama berpuasa. Alasannya makanan yang mengandung serat tinggi akan dicerna secara perlahan sehingga dapat menyediakan energi lebih lama dibanding makanan berserat rendah seperti nasi. Contoh makanan berserat tinggi antara lain dari kelompok kacang-kacangan dan serealia. Padi sebenarnya mengandung serat tinggi, namun nasi putih mengandung serat rendah karena sebagian besar hilang selama proses penggilingan dan pemutihan.

Dari sekian banyak makanan berserat tinggi, salah satu yang terbaik adalah havermut atau oat (Avena sativa L.). Havermut adalah produk serealia impor. Namun demikian havermut sudah sangat akrab dengan masyarakat Indonesia karena telah diperkenalkan sejak jaman penjajahan Belanda. Havermut dalam bentuk bubuk untuk dimasak menjadi bubur sangat mudah diperoleh di supermarket dengan harga relatif murah. Umumnya havermut dikonsumsi sebagai bubur untuk sarapan pagi atau sebagai satu-satunya sumber gizi bagi manula. Sudah banyak bukti ilmiah dan empiris yang mendukung khasiat havermut untuk mengatasi penyakit-penyakit degeneratif seperti kolesterol tinggi, penyakit jantung dan diabetes. Rahasia di balik khasiatnya adalah kandungan antioksidannya yang tinggi, terutama avenantramida dan karbohidrat kompleks dalam bentuk beta-glukan. Cobalah ganti porsi nasi Anda waktu sahur dengan bubur havermut, niscaya Anda akan merasa lebih fit sepanjang hari. Sangat cocok untuk penderita diabetes karena kadar gula darah bisa terjaga normal selama menjalani ibadah puasa.

Perlukah suplemen?

Bila pola makan seperti di atas secara disiplin bisa diterapkan, maka suplemen vitamin dan mineral umumnya tidak diperlukan. Bahkan sebuah studi yang dilakukan oleh Siti Setiati dari FKUI membuktikan bahwa dengan puasa yang berakibat terjadinya pengurangan asupan kalori hingga 30% dapat menurunkan kadar radikal bebas sampai 90 persen dan meningkatkan total antioksidan—senyawa penangkal aksi radikal bebas—sekitar 12%. Ujung-ujungnya tubuh menjadi lebih fit dan sehat.

Kenyataannya, banyak orang yang tidak bisa disiplin dengan pola makan sehat tersebut. Untuk golongan ini, suplemen dalam bentuk vitamin dan mineral mutlak diperlukan untuk mencukupi kekurangan satu atau beberapa jenis gizi akibat pola makan yang kurang baik. Suplemen tersebut memiliki beragam fungsi tergantung jenisnya. Misalnya vitamin E, vitamin C, dan vitamin A berfungsi sebagai antioksidan. Mineral seng memiliki fungsi dalam sintesis protein, fungsi seksual, penyimpanan insulin, metabolisme karbohidrat dan penyembuhan luka. Sedangkan magnesium memiliki peranan dalam fungsi tulang, hati, otot, transfer air intraseluler, kesetimbangan basa dan aktivitas neuromuskuler.

Sebenarnya semua vitamin dan mineral tersebut terdapat berlimpah secara alami dalam buah dan sayuran. Namun karena konsumsi buah dan sayuran rendah, maka perlu sumber alternatif lain untuk memasok kebutuhan vitamin dan mineral tersebut, misalnya melalui suplemen dalam bentuk kapsul atau tablet. Alternatif lain adalah melalui konsumsi bahan alami herbal. Salah satu herbal yang kaya multivitamin dan mineral adalah buah merah yang mengandung vitamin A (dalam bentuk pro-vitamin A beta-karoten), vitamin C, alfa-tokoferol (vitamin E), vitamin B1, vitamin B3, dan mineral kalsium, fosfor, zat besi serta serat pangan.

Asupan vitamin dari bahan alami seperti buah, sayuran dan herbal lebih aman dibanding suplemen vitamin buatan dalam kapsul atau tablet. Misalnya konsumsi beta-karoten (pro-vitamin A) lebih aman untuk menghindari toksisitas vitamin A. Suplemen vitamin A umumnya mengandung vitamin A yang sudah jadi (aktif) sehingga bersifat toksik bila overdosis. Sebaliknya beta-karoten dikonversi menjadi vitamin A dalam tubuh hanya bila diperlukan.

Jadi, untuk menjaga stamina tubuh selama berpuasa sebaiknya gizi dicukupi melalui konsumsi makanan dengan pembatasan kalori. Karbohidrat sebaiknya dibatasi hingga hanya 70% porsi normal, asupan protein dan lemak lebih ditingkatkan, dan asupan serat ditingkatkan melalui konsumsi buah dan sayuran. Bila masih kesulitan, konsumsi suplemen dapat dilakukan terutama dari bahan-bahan alami.

Selamat menjalankan ibadah puasa, semoga amal ibadah kita diterima oleh Allah SWT. Amin!

(Penulis: Muhammad Ahkam Subroto, Peneliti Utama Puslit Bioteknologi LIPI).

Sabtu, 06 September 2008

PENGGUNAAN HERBAL SECARA BIJAK

Saat ini penggunaan herbal di Indonesia telah meningkat tajam. Selain karena trend back to nature, juga karena ia merupakan sumber layanan kesehatan yang mudah diperoleh dan terjangkau. Selain itu, bukti-bukti empiris dan dukungan ilmiah yang semakin banyak serta modernisasi proses produksi semakin mengangkat popularitas herbal.

Di Indonesia, masyarakat dapat menggunakan herbal secara bebas tanpa harus berkonsultasi dengan dokter. Kecenderungan yang ada adalah masyarakat telah bertindak menjadi “dokter” untuk dirinya sendiri dalam penggunaan herbal. Bahkan tidak jarang mereka mengkonsumsinya bersamaan dengan obat konvensional. Hal ini terjadi karena mayoritas dari mereka menganggap herbal aman dikonsumsi karena sudah digunakan secara turun temurun. Fenomena ini tentu saja sangat mengkhawatirkan karena paradigma “herbal pasti aman” merupakan hal yang salah. Faktanya adalah banyak jenis herbal yang dalam penggunaannya perlu pengawasan ketat dari tenaga medis profesional, bahkan ada beberapa jenis herbal yang sudah dilarang penggunaannya oleh Badan POM karena efek sampingnya sangat besar. Selain itu, penggunaan herbal seringkali memiliki interaksi negatif bila dikonsumsi bersamaan dengan obat konvensional. Dari penelitian diungkap bahwa sekitar 63% tanaman obat tradisional Indonesia dapat menyebabkan interaksi farmakokinetik dengan obat-obat konvensional bila dikonsumsi secara bersamaan.

Dengan masih adanya pemahaman yang minim dan salah terhadap penggunaan herbal di kalangan masyarakat, maka dalam tulisan ini akan diberikan beberapa kiat dalam mengkonsumsi herbal secara bijak. Hal terpenting yang perlu diingat adalah bahwa penggunaan herbal harus aman, efektif dan rasional.

1. Herbal sebagai komplemen pengobatan konvensional.
Saat ini masyarakat cenderung menggunakan herbal sebagai alternatif dari pengobatan konvensional. Tidak jarang herbal digunakan sebagai alternatif terakhir setelah dokter angkat tangan. Hal ini tentu saja tidak benar. Herbal sebaiknya digunakan secara rutin untuk pencegahan timbulnya penyakit dan secara komplementer digunakan secara sinergis dengan pengobatan konvensional. Pengobatan konvensional dan pengobatan herbal memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri. Umumnya pengobatan konvensional lebih efektif dalam menangani penyakit-penyakit yang memerlukan tindakan segera seperti penyakit infeksi, sedangkan herbal lebih banyak digunakan untuk pengobatan penyakit-penyakit degeneratif.

2. Periksalah ke dokter.
Agar penggunaan herbal efektif maka calon pengguna hendaknya secara pasti sudah mengetahui jenis penyakitnya. Jadi periksa ke dokter menjadi suatu kewajiban, terutama bila jenis penyakitnya belum diketahui. Jangan pernah mendiagnosa penyakit sendiri hanya berdasarkan keluhan-keluhan yang dirasakan. Masyarakat banyak yang percaya bahwa herbal bisa menyembuhkan macam-macam penyakit (panasea), jadi tidak perlu tahu jenis penyakitnya. Anggapan ini tentu sangat berlebihan, jadi tetap perlu periksa ke dokter untuk memastikan jenis penyakitnya sehingga pengobatan bisa dilakukan secara tepat dan efektif. Perlu diingat bahwa istilah panasea berarti bisa menyembuhkan macam-macam penyakit, bukan segala penyakit.

3. Sisi keamanan perlu dikedepankan
Keamanan merupakan aspek penting dari herbal selain khasiat. Mayoritas masyarakat menganggap herbal aman dikonsumsi karena sudah digunakan secara turun temurun. Anggapan “herbal pasti aman” merupakan hal yang salah. Faktanya adalah banyak jenis herbal yang dalam penggunaannya perlu pengawasan ketat dari tenaga medis, bahkan ada beberapa jenis herbal yang sudah dilarang penggunaannya oleh Badan POM karena malah dapat merugikan kesehatan yang serius (Aristolochia, kava-kava, Ephedra, kina, dan artemisia). Bila memungkinkan, pilihlah herbal yang telah mendapat pengakuan dari FDA (Badan POM-nya Amerika Serikat) sebagai GRAS (Generally Recognized As Safe). Artinya secara umum aman dikonsumsi dalam jangka panjang tanpa efek samping yang berarti. Efek samping tetap ada namun ringan, misalnya diare ringan, demam ringan, rasa lapar, pusing, dan lesu. Contoh herbal yang telah menyandang gelar GRAS adalah VCO, bawang putih, ginseng, jeruk, jahe, dan ginko biloba.

4. Kenali mekanisme kerjanya
Sebenarnya maraknya beraneka ragam herbal yang ada di pasaran patut disyukuri karena itu berarti kita punya banyak pilihan menuju kesembuhan. Masing-masing herbal pasti punya kelebihan dan kelemahan. Selain itu, perlu diketahui mekanisme dari masing-masing herbal dalam pengobatan suatu penyakit. Walaupun semua diklaim dapat membantu mengobati penyakit yang sama, mekanismenya bisa berbeda karena kandungan senyawa aktifnya juga berbeda.. Dengan mengetahui mekanisme kerja setiap herbal dalam mengatasi penyakit tertentu, maka kita akan lebih bisa menggunakan herbal tertentu secara efektif.

5. Perlu konsistensi
Sebaiknya konsumsi herbal dilakukan secara teratur dan konsisten. Jangan berharap kesembuhan dapat diraih dalam hitungan harian, walaupun ada testimoni spektakuler yang dapat sembuh hanya dalam waktu beberapa hari. Perlu dipahami bahwa khasiat satu herbal belum tentu berlaku sama bagi setiap orang. Dalam penyembuhan penyakit, herbal bekerja dengan memperbaiki sistem metabolisme tubuh secara keseluruhan sehingga memerlukan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan obat-obat konvensional. Karena itu, jangan berganti-ganti herbal secara cepat. Perkembangan penyakit perlu dimonitor terus dalam kurun waktu 1-3 bulan. Bila tidak ada perkembangan yang berarti, baru bisa beralih ke herbal atau sistem pengobatan yang lain.

6. Pilihlah herbal berkualitas
Selain faktor intrinsik (dalam) yang melekat pada suatu herbal, khasiat suatu herbal juga sangat ditentukan pula oleh faktor-faktor ekstrinsik (luar), misalnya tempat tumbuh, waktu panen, cara pengolahan dan bahan bakunya asli (tidak palsu)..Hal ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan Toga (tanaman obat keluarga) yang dibudidayakan sendiri di sekitar rumah, atau bila harus membelinya bisa dilakukan di tempat-tempat yang terpercaya (misalnya di apotek, toko obat atau agen resmi).

Dengan mencermati beberapa hal di atas, diharapkan masyarakat lebih bisa menggunakan herbal dalam pencegahan dan pengobatan penyakit secara aman, efektif dan rasional. (M. Ahkam Subroto, Lab Biofarmaka, Puslit Bioteknologi LIPI, Cibinong Science Center).