Sabtu, 19 April 2008

TEMPE, MAKANAN BERGIZI YANG TIDAK MENYEHATKAN???

Siapa pun paham kalau tempe merupakan makanan bergizi karena kedelai sebagai bahan bakunya memang banyak mengandung nutrisi penting untuk metabolisme tubuh. Kedelai merupakan bahan pangan populer di Indonesia karena banyak produk makanan tradisional yang terbuat dari kedelai, misalnya tempe, tahu, dan kecap. Kedelai merupakan sumber protein, molibdenum, zat besi, kalsium, fosfor, serat, vitamin B1, B2, B6, E dan asam folat.

Kedelai juga mengandung senyawa-senyawa aktif yang sangat baik untuk kesehatan, misalnya fitosterol, lesitin, isoflavon, fitoestrogen dan inhibitor protease. Senyawa-senyawa tersebut sangat baik untuk kesehatan kita, antara lain meningkatkan fungsi kekebalan tubuh, mencegah kanker, menurunkan kadar kolesterol, meningkatkan fungsi hati dan kandung kemih, berbagai kelainan neurologi, penyakit Alzeimer, penyakit Parkinson, mengurangi gejala PMS (premenstrual syndrome) dan osteoporosis. Khusus senyawa isoflavon sangat baik untuk mencegah kanker payudara dan usus.
Namun masih sedikit yang tahu kalau makanan bergizi seperti tempe tidak otomatis menyehatkan. Hal ini benar adanya kalau kita mengacu pada konsep "Real Food" (makanan sehat) yang sedang berkembang di negara-negara maju seperti AS, Jepang, Australia dan negara-negara Eropa.

Real food merupakan makanan yang memenuhi kriteria sbb: 1). Mengandung nutrisi penting untuk metabolisme tubuh, 2). Tidak mengandung komponen berbahaya, toksik, atau tidak berguna bagi tubuh, 3). Dihasilkan secara organik, 4). Dihasilkan secara lokal, 5). Dihasilkan secara berkelanjutan (sustainable), 6). Terjangkau oleh kebanyakan masyarakat (affordable), 7). Mudah diperoleh (accessible), 8). Mengalami proses pengolahan seminimal mungkin, 9). Ramah lingkungan, dan 10). Berpihak pada petani lokal.

Tempe termasuk real food jika kedelai yang digunakan sebagai bahan baku adalah kedelai yang ditanam secara organik. Jika bahan bakunya berasal dari kedelai transgenik (hasil rekayasa genetika) atau kedelai yang ditanam dengan pupuk kimia dan pestisida kimia, tempe tersebut tidak lagi dapat dikategorikan ke dalam real food. Mengapa? Walaupun kedelai transgenik memiliki nilai gizi yang setara atau bahkan lebih tinggi dari kedelai organik, terdapat masalah keamanan. Bisa jadi dalam jangka panjang makanan tersebut justru memiliki efek yang merugikan kesehatan. Kedelai yang ditanam dengan pupuk dan pestisida kimia juga mengandung residu pestisida yang berbahaya bagi kesehatan manusia dan menurunkan kualitas lingkungan. Selain itu, kedelai transgenik secara ekonomi lebih menguntungkan perusahaan multi-nasional, bukan menguntungkan petani. Para petani bahkan dirugikan karena harus bergantung pada suplai bibit kedelai pada perusahaan besar tersebut. Bila kedelainya organik namun masih impor juga bukan termasuk real food karena tidak menguntungkan atau berpihak kepada petani lokal sesuai dengan konsep real food.

Dari 10 karakteristik Real Food di atas, tempe di Indonesia saat ini hanya memenuhi 4poin saja, yaitu no. 1, 6, 7, 8 sehingga dalam konsep Real Food tempe masih belum bisa dikatakan sebagai makanan sehat. Bahkan beberapa waktu yang lalu tempe sempat langka dan harganya naik sehingga kriteria terjangkau dan mudah diperoleh pun sempat tidak terpenuhi.
Nah, untuk mempertahankan sebutan bangsa Indonesia sebagai ”bangsa tempe”, maka masih banyak PR yang harus dikerjakan dengan baik yang melibatkan seluruh komponen bangsa, tidak hanya pemerintah, namun diperlukan juga peran serta para pelaku usaha, peneliti dan konsumen. Saat ini pemerintah sudah berusaha keras mempertahankan kriteria murah dan mudah diperoleh dengan memberikan keringanan pajak impor kedelai untuk jangka pendek dan upaya peningkatan luas lahan kedelai dalam negeri serta meningkatkan produktivitas kedelai lokal untuk jangka menengah dan panjang. Para peneliti pun sudah banyak yang menawarkan solusi, terutama yang berkaitan dengan penggunaan varietas unggul kedelai dengan produktivitas tinggi dan substitusi kedelai sebagai bahan baku dengan bahan lain seperti kedelai hitam, koro dan lupin. Tinggal para pelaku usaha dan konsumen yang masih dituntut untuk memenuhi kriteria lainnya.

Dari sisi pengolahan, para pelaku usaha makanan tempe dan ibu-ibu rumah tangga dituntut untuk mengolahnya dengan benar. Tempe paling baik disayur atau digoreng, jangan dibakar. Gunakan minyak baru, jangan jelantah. Gorengan tempe yang dijual di pinggir jalan kebanyakan tidak sehat karena menggunakan minyak daur ulang. Sebab dalam minyak daur ulang terkandung asam lemak trans hasil pemanasan yang bersifat karsinogenik (memicu kanker).

Penerapan pertanian organik menjadi syarat mutlak untuk real food. Dalam banyak penelitian sudah terbukti bahwa bahan pangan organik lebih menyehatkan dibanding bahan non-organik. Bahan pangan juga harus terjangkau secara luas, kalau tidak akan ada sebagian masyarakat yang tidak bisa menikmati kesempatan untuk sehat dari bahan pangan tersebut. Juga harus murah. Kalau tempe mahal sehingga tidak terjangkau, sebagian masyarakat akan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan bahan pangan yang bergizi dan sehat. Pada kasus lain, kalau bahan baku tempe impor tiba-tiba dihentikan (embargo) oleh produsen di LN, kita akan mengalami masalah ketahanan pangan. Ujung-ujungnya tempe tidak ada di pasar dan orang-orang yang sangat mengandalkan tempe sebagai sumber makanan bergizi akan kesulitan dan akhirnya bisa sakit karena tidak bisa makan tempe lagi.

Dengan menerapkan konsep real food, tempe yang sudah diyakini menyehatkan akan lebih menyehatkan lagi. Tidak hanya sehat untuk konsumsi manusia, namun sehat untuk lingkungan dan sehat untuk perekonomian komunitas pelaku usaha lokal (petani kedelai, pengrajin tempe) dan negara. Jadi, kita untung, bangsa untung.
Tentu saja konsep real food tidak hanya berlaku untuk tempe, namun untuk seluruh kelompok bahan pangan seperti beras, sayuran, buah, daging, ikan, telur, susu dan produk-produk olahannya. Untuk makanan yang bersumber dari hewan seperti daging, real food mensyaratkan satu lagi, hewannya harus diternakkan dengan prinsip peri-kehewanan. Sudah terbukti secara ilmiah bahwa daging yang diperoleh dari sapi yang ”bahagia” (digembalakan di lapangan rumput luas) jauh lebih menyehatkan dibanding daging dari sapi yang stres karena dikandangkan di ruangan sempit dan diberi pakan biji-bijian (daging jenis ini yang banyak menimbulkan masalah kesehatan seperti kolesterol tinggi, stroke, jantung dan kanker). Daging real food justru sangat baik untuk penyakit-penyakit tersebut.