Senin, 07 Januari 2008

Artikel: Benteng Merah Pertahanan Tubuh

Ingat Independence Day? Film yang dibintangi Will Smith itu bercerita tentang invansi makhluk luar angkasa yang hendak memusnahkan manusia di muka bumi. Kenyataannya tak perlu pasukan alien untuk menyerang manusia. Setiap hari zat-zat radikal bebas mengintai kesehatan jutaan orang. Antioksidan yang terkandung dalam buah merah ampuh menghalau zat-zat berbahaya itu.

Pengalaman empiris penduduk Papua memberikan bukti kuat bahwa buah merah sangat baik untuk meningkatkan stamina tubuh. Itu berkat peran aktif antioksidan-beta-karoten, tokoferol, dan vitamin C-yang terkandung dalam Pandanus conoideus. Sumber antioksidan memang tak melulu monopoli buah merah. Antioksidan dapat pula diperoleh melalui konsumsi harian buah dan sayuran. Namun, kandungan antioksidan buah merah lebih unggul dibanding buah dan sayuran.

Buah merah mengandung beta-karoten 3 kali lebih tinggi dibanding wortel. Padahal, wortel merupakan sayuran dengan kadar beta-karoten tertinggi. Angota famili Pandanaceae itu juga mengandung alfa-tokoferol sekitar 12-25 kali lebih tinggi daripada alpukat dan bayam yang kandungan alfa-tokoferolnya tertinggi dalam kelompok buah dan sayuran. Selain itu vitamin dalam buah merah 100% dapat diserap tubuh. Bandingkan dengan vitamin dari buah dan sayuran yang hanya 40%.

Radikal bebas
Itu kabar baik bagi Aryo, peneliti di instansi pemerintah yang menderita batuk menahun. Intensitas batuknya bertambah parah kala malam hari sehingga mengganggu waktu istirahat. Pria berusia 34 tahun yang selalu bersinggungan dengan bahan kimia itu didiagnosis dokter menderita gangguan paru-paru akibat paparan bahan-bahan senobiotik (asing) berbahaya. Oleh dokter ia diberi obat batuk yang langsung meredakannya. Namun, begitu obatnya habis, batuknya kembali kambuh.

Aryo akhirnya mencoba mengkonsumsi beberapa jenis jamu yang ia beli dari sinse. Setali tiga uang, batuknya tetap membandel. Saat itulah temannya menganjurkan untuk mengkonsumsi minyak buah merah. Setelah 10 hari mengkonsumsi, batuknya berangsur-angsur mereda. Kini ia bebas dari derita yang menjengkelkan itu.

Selain Aryo, banyak profesi yang rentan terpapar zat-zat senobiotik. Misalnya pekerja pabrik, pegawai rumahsakit, apoteker, penambang, montir, dan petugas lalu lintas. Mereka akrab dengan beragam bentuk zat senobiotik berbahaya, pemicu beragam penyakit degeneratif seperti kanker, jantung, dan diabetes. Zat-zat asing dapat berupa bahan kimia berbahaya, polusi udara, dan paparan mikroorganisme patogen-bakteri, cendawan, dan virus.

Zat-zat senobiotik berbahaya itu terakumulasi dan bersarang dalam tubuh membuat sel-sel tubuh mengalami stres oksidatif. Alhasil, sistem kekebalan tubuh menurun dan rentan serangan penyakit. Upaya meminimalkan risiko paparan radikal bebas bukannya tidak dilakukan. Mulai dari penggunaan masker pelindung, mengurangi dan menghindari sumber polusi, hingga konsumsi susu segar penawar racun dalam tubuh.

Namun, upaya tersebut masih kurang efektif. Buktinya, kasus pekerja yang sakit akibat lingkungan kerja yang buruk masih terus bermunculan. Pada 2006 Badan Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan 12-juta orang per tahun meninggal akibat penyakit paru-paru kronis. Fakta itu sekaligus mendudukkan penyakit paru-paru kronis sebagai peringkat ke-6 kematian akibat faktor lingkungan.

Radikal bebas adalah senyawa-senyawa oksigen reaktif yang dapat menyerang dan merusak lipida, protein, dan DNA. Banyak riset ilmiah menunjukkan kerusakan oksidatif akibat radikal bebas memiliki peranan dalam patogenesis penyakit-penyakit degeneratif. Di antaranya kanker, diabetes, gangguan jantung, darah tinggi, stroke, paru-paru, periodontitis (radang jaringan ikat penyangga akar gigi), percepatan proses penuaan, parkinson, dan alzheimer (kelainan degeneratif saraf progresif) membayang-bayangi pekerja.

Antioksidan
Organ tertentu dalam tubuh kita lebih rentan mengalami kerusakan oksidatif dibanding organ lainnya. Misalnya otak yang sangat sensitif terhadap kerusakan oksidatif karena kandunganasam-asam lemak yang mudah teroksidasi sangat tinggi, penggunaan oksigen dalam jumlah banyak, dan rendahnya kadar antioksidan. Banyak pula riset ilmiah yang mengindikasikan penyakit-penyakit tersebut dapat dicegah bahkan diobati dengan antioksidan. Hal itu menjelaskan mengapa buah merah-yang kaya antioksidan tokoferol (vitamin E), beta-karoten (pro-vitamin A), dan vitamin C-dapat membantu meningkatkan kekebalan tubuh.

Hasil penelitian Yudhi Handoko dkk dari Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha, Bandung, pada 2006 memperkuat bukti khasiat buah merah untuk meningkatkan daya tahan tubuh secara efektif. Mereka membuktikan ekstrak buah merah mengandung senyawa yang berfungsi sebagai macrofag activating factor (MAF). MAF adalah senyawa yang dapat mengaktifkan fungsi makrofag sebagai sel pertahan tubuh. Macrofay memakan antigen berupa bakteri, virus, atau toksin.

Para ahli gizi memperkirakan kebutuhan harian vitamin A melalui asupan beta-karoten sebesar 4,5 mg, sedangkan kebutuhan harian alfa-tokoferol berkisar 2,6-15,4 mg, serta vitamin C berkisar 500-2.000 mg/hari. Kebutuhan tersebut dapat terpenuhi melalui konsumsi harian buah dan sayuran serta konsumsi buah merah sebanyak 1-2 sendok makan per hari. (Dr Ir M. Ahkam Subroto, MappSc., peneliti utama LIPI, Cibinong Science Center)

Sumber: TRUBUS Edisi Oktober 2007: hal. 108-109.

Tidak ada komentar: